Thursday, May 19, 2011

Pak Pono gak nurut

Bapak Pono mencoba naik Singapore Airlines, biarlah tiketnya mahal tapi pelayanan SQ hebat, pesawatnya baru, makanannya enak, pramugarinya jangan dikatakan lagi cantik2 & tinggi2 (maksudnya roknya yg tinggi<3<3)...
Dari Soetta ke Jerman makanan nggak putus2.. Pak Pono kenyang banget. Ha..perut protes minta di bongkar pula. Pergilah dia ke toilet, toilet pria ada orangnya. Pak Pono pusiang, mukanya sudah pucat krn menahan. Untung
Pramugarinya baik "nggak apa deh, pakai saja toilet wanita. Tapi jangan asal menekan tombol2 di dalam ya.. Keluar sudah langsung di siram saja, cepat keluar lagi lagi".
Pak Pono pikir, memang lain toilet wanita SQ banyak tombol2nya, ada tulisan : WW, WA, PP & ATR..
Pak Pono tambah penasaran, apa lah guna tombol2 tu. Sambil BAB Pak Pono nggak tahan utk mencoba..Dia tekan tombol WW, langsung sroott. Keluar air hangat2 kuku menyemprot lubang pantatnya. "Ahaii, ini artinya Warm Water untuk cebok ma..
Pak Pono tambah penasaran, Dia tekan tombol WA. Whuusss, langsung keluar angin hangat supaya pantatnya kering. "Mmm.. WA ini artinya Warm Air ..Makanya orang perempuan berlama lama di toilet..ya enak juga..". Lanjut.. Mak Pono tekan tombol PP. Langsung keluar bantalan bedak (Powder Puff) membedak pantatnya yang sudah kering. Pak Pono makin heran, tapi dia ketawa sendiri. "Eei Hheyalah..kurang ajar..kalau di Jakarta..muka yg dibedak, disini pantatpun dibedakkannya juga.."
Pak Pono udah nggak ragu lagi akhirnyo ditekannya tombol ATR. Grubraaakkk... Pak Pono terlentang..pingsan:&! Pas udah sadar Pak Pono sudah berada di rumah sakit. Dia tanya perawatnya, di jawab sama perawat "Gini Pak.. sesuai hasil investigasi, waktu itu bpk menekan tombol ATR. Artinya Automatic Tampon Removal, fungsinya untuk melepaskan pembalut secara otomatis. Ini akibatnya bpk.. Krn nggak ada pembalutnya ..maka secara otomatis yang di tarik"anunya" bapak....!‎​​°•ŵĸ\=D/ŵĸ•°=D°•ŵĸ=))ŵĸ•° ...

Sunday, December 13, 2009

SITI NURBAYA

Siti Nurbaya bukanlah nama yang asing di telinga orang dewasa. Ia adalah simbol pemaksaan dalam hal perjodohan / pernikahan. Kesalahan orang tua dibebankan kepada anak perempuannya. Miris melihat kenyataan semacam itu di masa lalu. Sejak saat itu terjadilah pertentangan seorang anak akan perjodohan orang tua. Anak-anak merasa memiliki hak untuk menentukan pilihan seperti apa, siapa dan bagaimana jodoh yang dikehendakinya.
Di satu suku terkenal di Indonesia perjodohan yang dilakukan oleh orang tua sangatlah sakral. Tanpa melihat bagaimana bentuk rupa dan warna, ia terima dengan lapang dada dan hati terbuka. Selama itu juga pernikahan mereka langgeng dan anteng. Mereka memiliki keturunan yang baik dan cantik.
Masa modern memiliki perbedaan yang signifikan dan mendasar dalam hal perjodohan. Banyak sekali media yang menawarkan jasa untuk mencarai pasangan atau biasa dikenal Biro Jodoh. Di akhir tahun ini muncul acara televisi yang memfasilitasi pria dan wanita untuk saling kenal-mengenali.
Saya melihat kasus ini sebagai ironi, di mana adat istiadat yang keramat terlumat oleh kepentingan sesaat. Bukankah kewajiban kedua orang tua mencarikan calon suami untuk anak perawannya? Namun sang anak menilai orang tuanya ‘tidak gaul dan tidak mengikuti perkembangan zaman’.
Permasalahan ini sering dijumpai di berbagai lini. Pihak orang tua wanita dan pria telah beri’tikad untuk besanan. Namun si perawan memiliki segudang alasan untuk menunda berujung penolakan. Andai Siti Nurbaya masih ada, akan ku minta ia untuk menjelaskan kepada semua wanita di Indonesia apa arti cinta.
Pintaku kepada Tuhan “Pertemukan aku dengan ‘Siti Nurbaya’ ke-2 yaitu dia diminta nikah orang tuanya tapi bukan karena kesalahan orang tua yang dilimpahkan kepada sang anak.

Saturday, November 28, 2009

09 Dzulhijjah 1430

Suasana pagi ini sungguh menyejukkan hati. Panasnya yang hangat menyambut erat setiap umat yang merayakan Hari Ied. Semua makhluk mengagung-agungkan semua keagungan-Nya. Nampak jelas keceriaan yang terpancar dari wajah muslim. Mereka berbondong-bondong menuju masjid dan tanah lapang untuk menunjukkan kesuka citaan di mana sebagian dari mereka akan mengorbankan apa yang dicintainya dalam bentuk hewan.

Selepas sholat ied, aku bergegas mengikuti selamatan di rumah tetangga. Ternyata banyak tetangga yang sudah duduk bersila. Tak lama kemudian acarapun dimulai. Semua jamaah mengikuti dengan hikmat hingga akhir. Kami berpamitan dengan rasa senang telah dijamu dengan hidangan yang istimewa.

Tidak seperti Hari Raya Iedul Fitri di mana hampir semua teman saling mengucapkan selamat dan meminta maaf. Saya cukup senang masih ada teman yang mau berbagi ucapan. Di anatar mereka ada yang bertanya tentang asmaraku dan menganjurkan untuk segera menikah. Aku pun terperanjat membacanya. Dengan spontan aku membalas dengan maksud meminta bantuan do’a agar aku diberi kekuatan dan keberanian untuk mengutarakan isi hati yang sekian lama mati suri. Di lain sisi ada beberapa teman yang mengabarkan mereka akan segera menikah. Aku berpikir sejenak untuk menghela nafas agar sesak di dadaku dapat sediki berkurang.

Untuk mengalihkan kejenuhan yang menumpuk di dalam benak. Aku pergi ke suatu tempat dan berbincang ringan bersama seorang teman. Hingga ku rasa jenuh telah penuh menumpuk di punuk sampai tengkuk, aku pergi berenang di sungai. Seakan-akan semua beban di pundak dan debu-debu kelu yang menempel seolah telah luntur diguyur air sumur.

Pada siang hari aku tak kuat menahan kantuk. Walaupun di atas sofa aku bisa terlelap bagaikan disulap. Dalam tidurku aku bermimpi bertemu teman-teman di suatu desa. Dalam perjalanan kami bertemu razia polisi. Teman-temanku dengan santai menunjukkan Surat Ijin Mengemudi (SIM) kepada pak polisi. Aku teringat bahwa aku tidak memiliki SIM. Aku pun menerobos di sebelah kanan jalan. Aku kira polisi membututi di belakang dengan kencang. Tak lama aku terbangun dari tidur dan segera mandi.

Aku membulatkan tekad dan mengkotakkan i’tikad untuk melangkah menuju rumahnya untuk menyampaikan maksud untuk memilikinya. Setibanya di sana aku bertemu seorang gadis. Aku memulai pembicaraan dengan salam ringan. Ia pun menjawab dengan sederhana dan bertanya ada perlu apa. Aku jawab dengan sedikit malu karena aku sedang menahan tawa dan kecewa. Aku bersikeras ingin bertemu ibunya. Dia berkata “Ibu lagi mandi, silahkan masuk.” Perlahan-lahan dengan sedikit membungkuk aku masuk. Dia pun duduk di hadapanku dan bertanya seakan-akan aku mempunyai informasi yang penting untuk diintrogasi. Aku jelaskan bahwa aku teman adiknya sejak Tsanawiyah. Dia menyunggingkan pipinya pertanda dia tahu niat dan tujuanku datang ke sana. Setelah cukup berbincang-bincang dan ibunya usai mandi, ia pun masuk ke dalam ruang keluarga. Aku mendengar gelegar tawa mereka berdua yang menyambar telingaku. I don’t care.

Ibunya pun menyibak tirai dan menatapku cukup dalam. Beliau mengambil posisi duduk di sebelah kiriku berjarak satu setengah meter. Aku cukup canggung menghadapi manusia seusia itu. Pelan namun pasti aku mulai pembicaraan dengan tersendat-sendat. Seiring waktu aku bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri. Pembicaraan itu sempat beku ketika aku malu untuk mengatakan bahwa aku suka dan serius dengan anaknya. Hatiku berdebar ketika mendengar ibunya mengutarakan pandangannya. Setelah sekian menit bicara akhirnya ibunya menerimaku namun ibunya menyerahkan kepada anaknya. Lalu aku menjelaskan bahwa dia menerimaku tapi dia memiliki kendala yaitu dua saudara tuanya belum menikah. Ibunya mulai menjelaskan adat istiadat yang berlaku. Aku seperti di-skak dengan penjelasan itu. Pepatah mengatakan “Banyak jalan menuju Roma.” Aku memelas dan berkata “Apa ga ada solusi atau alternative lain, bu?” Ibu itu memberikan contoh seorang kakak yang didahului adiknya menikah dan hingga adiknya memiliki anak dua. Aku seperti menemui jalan buntu. Dengan adanya komunikasi yang baik ibu itu pun mengambil contoh-contoh yang berbeda dengan contoh pertama. Aku bisa bernafas lega. Kemudian dipanggillah kakaknya itu dan ditanyai bagaimana dengan keadaan ini. Kakak itu terlihat tersenyum menahan tawa ketika melihatku. Seolah dia pegang kartu kendali. Dalam hatiku berkata “Matilah aku kalau dia mengatakan tidak.” Allahu Akbar… di hari yang baik dengan niat baik diterima dengan baik.

Syukron katsir teman-teman…

Muhammad Rifai © 2008 Por *Templates para Você*