Sunday, December 13, 2009

SITI NURBAYA

Siti Nurbaya bukanlah nama yang asing di telinga orang dewasa. Ia adalah simbol pemaksaan dalam hal perjodohan / pernikahan. Kesalahan orang tua dibebankan kepada anak perempuannya. Miris melihat kenyataan semacam itu di masa lalu. Sejak saat itu terjadilah pertentangan seorang anak akan perjodohan orang tua. Anak-anak merasa memiliki hak untuk menentukan pilihan seperti apa, siapa dan bagaimana jodoh yang dikehendakinya.
Di satu suku terkenal di Indonesia perjodohan yang dilakukan oleh orang tua sangatlah sakral. Tanpa melihat bagaimana bentuk rupa dan warna, ia terima dengan lapang dada dan hati terbuka. Selama itu juga pernikahan mereka langgeng dan anteng. Mereka memiliki keturunan yang baik dan cantik.
Masa modern memiliki perbedaan yang signifikan dan mendasar dalam hal perjodohan. Banyak sekali media yang menawarkan jasa untuk mencarai pasangan atau biasa dikenal Biro Jodoh. Di akhir tahun ini muncul acara televisi yang memfasilitasi pria dan wanita untuk saling kenal-mengenali.
Saya melihat kasus ini sebagai ironi, di mana adat istiadat yang keramat terlumat oleh kepentingan sesaat. Bukankah kewajiban kedua orang tua mencarikan calon suami untuk anak perawannya? Namun sang anak menilai orang tuanya ‘tidak gaul dan tidak mengikuti perkembangan zaman’.
Permasalahan ini sering dijumpai di berbagai lini. Pihak orang tua wanita dan pria telah beri’tikad untuk besanan. Namun si perawan memiliki segudang alasan untuk menunda berujung penolakan. Andai Siti Nurbaya masih ada, akan ku minta ia untuk menjelaskan kepada semua wanita di Indonesia apa arti cinta.
Pintaku kepada Tuhan “Pertemukan aku dengan ‘Siti Nurbaya’ ke-2 yaitu dia diminta nikah orang tuanya tapi bukan karena kesalahan orang tua yang dilimpahkan kepada sang anak.

0 comments:

Muhammad Rifai © 2008 Por *Templates para Você*